Catatan Bimo : Mengenang Masa Muda Joca
“Tiada hari tanpa
berproses dan berkarya”
Fajar
merah mulai menyingsing dari ufuk timur. Ayam berkokok dengan merdunya di pagi
hari yang cerah. Seorang pria desa dari Banyuwangi sudah bersiap untuk
berangkat kerja. “Baju Dinas” telah ia kenakan, lengkap dengan semprotan parfum
favoritnya. Sepatu boot, tas, sarang tangan, topi lapang, dan beberapa dokumen juga sudah
siap dibawa. Sebelum berangkat, pria berperawakan kecil kurus itu tak lupa
sarapan dan memanasi
”motor trail”yang ia modif sendiri.
Setiap
hari ia berkendara ke berbagai lokasi dinas di wilayah bekas kekuasaan Kerajaan
Blambangan itu. Tak seperti dinas pada umumnya, pekerjaan yang ia geluti tak
senyaman pegawai negeri sipil. Tak ada ruangan ber-AC yang dingin, lengkap
dengan ruangan kerja yang rapi. Tempat dinas kerjanya langsung berpapasan
dengan sinar matahari yang menyengat. Tak ada kursi dan meja. Yang ada hamparan
sawah luas yang ditanami komoditi jagung.
Itulah
gambaran singkat hidup Joko Cahyono saat ini. Pria yang lebih suka dipanggil
Joca, saat ini bekerja sebagai staff
quality control salah satu
perusahaan pembenihan jagung nasional. Setiap harinya, ia bertemu dengan para
petani, agen, dan mitra perusahaannya. Sudah hampir setengah tahun ia
menggeluti pekerjaan ini. Sebelumnya, ia bekerja pada perusahaan pengolahan
tembakau di Kabupaten Jember. Dengan posisi yang hampir sama.
Pria
yang memiliki gelar Sarjana Teknologi Pertanian Universitas Jember ini
sebenarnya tak menyangka jalan hidup akan seperti ini. Bagi saya (yang sudah
mengenal dekat sosoknya), bekerja untuk perusahaan adalah jalan ninja terburuk
yang harus dipilih. Kontras dengan perjuangan selama menggeluti dunia aktivisme
saat masih duduk di bangku perkuliahan.
Dalam
pemikirannya saat itu, tak ada yang bisa diharapkan dari korporasi, apalagi
negara dewasa ini. Kemandirian ekonomi rakyat harus berasal dari rakyat, diolah
oleh rakyat, dan dipakai untuk rakyat. Bagi aktivis kampus kawakan cum populer
seperti Joca, kapitalisme bukan solusi revolusioner demi mewujudkan kehidupan
adil dan makmur untuk masyarakat.
Pada
zamannya, ia dikenal memiliki reputasi mentereng di kalangan mahasiswa. Baik di
Universitas Jember sendiri, maupun perkumpulan mahasiswa nasional pada umumnya.
Untuk mengembangkan minat dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar, ia
memilih untuk masuk ke organisasi Lembaga Pers Mahasiswa (persma). Track record dunia
organisasinya tak perlu ditanyakan lagi. Jabatan penting organisasi persma mulai
dari tingkat kampus, regional kota, hingga nasional sudah pernah ia emban. Jika
berbicara tentang sejarah sampai arah pergerakan persma, ia sudah bisa
dikatakan sebagai salah satu guru besarnya.
Joca
di waktu masih menjadi mahasiswa, merupakan pribadi yang selalu resah. Hal itu
pula yang membuat prosesnya di persma melejit. Tak ada hari tanpa berproses.
Menulis suara – suara yang terbungkam adalah jalan ninjanya. Entah itu ia
lakukan untuk hasrat pribadi atau memang murni kepedulian kepada sesama, yang
pasti Joca muda adalah pribadi yang kritis dan tidak mau berhenti untuk
belajar.
Sederet
penghargaan individu di bidang jurnalistik telah berhasil ia raih. Namun
baginya, itu tak terlalu penting. Karena yang ia harapkan yakni muncul
perubahan dan kesadaran komunal masyarakat demi
mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Jika
dibandingkan dengan apresiasi yang diraih, sebagai mahasiswa yang kritis
tentunya lebih banyak cercaan dan hinaan yang ia peroleh. Mulai dari antar
sesama aktivis mahasiswa yang berbeda pandangan politik, pejabat teras kampus,
hingga aparat negara yang ia kritik kinerjanya. Namun hal tersebut tak
membuatnya gentar. Dengan kemampuan dan jaringan yang ia miliki, Joca muda
layak disebut anomali di tengah pasif dan apatisnya mahasiswa era millenial
ini.
Namun
satu hal yang bisa dicontoh dari sosok ini yakni meskipun telah memakan asam
manis perjuangan dunia aktivisme kampus, tak ada satu keinginan untuk berhenti
belajar (pada saat sebelum lulus). Di
sela-sela merampungkan tugas akhirnya, ia masih sempat membimbing juniornya di
organisasi untuk melanjutkan perjuangannya. Bahkan hingga saat ini, ia masih
menanyakan perihal denyut nadi organisasi yang telah dibesarkannya.
Saat
ini ia masih jadi pribadi yang resah. Bukan dalam hal ilmu atau pengetahuan
baru yang ingin diperoleh. Resah seorang pria yang sebentar lagi akan melepas
masa lajangnya ini perihal karya yang mandek. Semenjak bekerja di perusahaan,
praktis membuat konsentrasinya terbelah. Bisa dilihat dalam website pribadinya
yang jarang sekali di-update. Baginya, ini adalah sebuah bencana.
Itulah
Joca, seorang laki-laki yang masih belum bisa saya kalahkan. Selain Bapak saya
tentunya. Semoga ia masih diberikan kewarasan untuk terus berproses dan
berjuang. Agar berguna untuk keluarga, terlebih-lebih bagi negara.
Tidak ada komentar: