Meja Redaksi : Medan Pertempuran Mengalahkan Diri Sendiri
“Ketika seseorang ingin
bersungguh-sungguh mengejar hal yang akan dicapai, ia harus masuk dalam
lingkungan yang tepat”. Barangkali itu kata filsuf dari antah berantah yang
sedang bersemayam di dalam fikiran. Untuk itu, diperlukan niat dan tindakan
yang selaras agar khithah bisa digenggam.
Sudah dimafhumi bersama, media
merupakan ruh atau jiwa dari sebuah organisasi pers. Tak terkecuali Lembaga
Pers Mahasiswa. Tanpa terbitan media, organisasi pers itu dapat dianggap sakit
atau bahkan sekarat. Meskipun mereka masih melakukan kerja-kerja secara
organisasi, semisal mengadakan acara diskusi atau pelatihan esai tingkat dunia
dan akhirat sekalipun. Untuk itu dibutuhkan suatu cara mengelola suatu media agar kehidupan dari organisasi tetap bernafas.
Sabtu, 11 Januari 2017 sebuah rezeki
saya dapatkan ketika nongkrong di sebuah warung kopi. Ajakan menuju khithah yang pernah saya tuliskan saat
Manifest bertandang ke tempat penghakiman ospek saya dulu. Adalah Fitrihamasah,
penulis kawakan asal LPM Tegal Boto Universitas Jember yang membawakan lilin
yang memancarkan secercah cahaya itu. Ajakan untuk mengisi materi jurnalistik
ke sebuah SMA di kota Jember buru-buru saya amini tanpa proses skeptis dalam
fikiran.
Minggu, 12 Januari 2017 pagi saya
terbangun, tepatnya pukul 07.35. Mata saya langsung tertuju ke handphone melihat banyaknya pesan dan
notifikasi telpon dari Fitri dan Ani (kawan satu angkatan saya di fakultas
serta Pemimpin Umum LPM Tegal Boto 2017-2018). Tanpa berfikir panjang saya
beranjak bangkit dari kamar dan sesegera mungkin cuci muka. Tas, jaket gunung,
celana sobek, dan sandal swallow jadi modal seadanya untuk ikut menemani saya
mencari ilmu dan pengalaman.
Tepat pukul 07.50 Waktu Sekret Tegal
Boto (WSTB), saya bersama kelima wanita TB -alias pengurus TB, karena memang
mereka semua cewek- berangkat ke SMA 5 Jember (Smala). Ketiga perempuan selain
Fitri dan Ani yakni Nizzar, Sekli, serta Hidayatul. Sesampainya di Smala, kami
langsung disambut oleh pengurus Crealiz, organisasi jurnalistik bagi siswa-siswi
Smala. Setelah mendapatkan arahan dan sedikit curahan hati dari pembina Crealiz,
kami berenam diarahkan ke Masid Smala yang disulap menjadi tempat pelatihan
jurnalistik.
Peserta yang hadir waktu itu kurang
lebih 20 orang yang kesemuanya merupakan siswa-siswi kelas sepuluh. Mereka tampak
antusias mengikuti kegiatan ini. Pelatihan jurnalistik ini berfokus pada materi
Manajemen Redaksi, Teknik Reportase, dan Jenis-jenis tulisan.
Materi tentang manajemen redaksi
disampaikan sendiri oleh Fitri. Ia mengungkapkan “meja redaksi ialah medan
pertempuran sejati untuk menaklukan diri sendiri”. Ini berarti di dalam usaha menggarap sebuah
media, seorang jurnalis harus bisa menaklukkan hal apa saja yang bisa
menghambat kerja redaksi. Konsistensi dalam mengelola (manajemen) redaksi patut
diperhatikan agar media yang sedang digarap tidak terbengkalai.
Sebelum itu, perlu dibedakan antara
manajemen organisasi dan manajemen redaksi. Sebuah Organisasi pers atau pers
mahasiswa memiliki peran ganda, yakni sebagai organisasi dan penerbitan. Contoh
kasus dalam struktur kepengurusan LPM Manifest memiliki Pemimpin Umum, Biro
Umum, Biro Media, Biro Penelitian dan pengembangan (Litbang), serta Biro
Jaringan Kerja. Setiap biro atau bagian memiliki koridor kerja masing-masing
sesuai fungsinya. Namun mereka juga menjadi satu kesatuan awak redaksi dalam
sebuah organisasi yang dipimpin oleh pemimpin redaksi.
Manajemen redaksi dapat dimaknai
sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Dalam hal
ini manajemen redaksi dibuat untuk mengoptimalkan kinerja redaksi agar tencapai visi dan misi medianya. Visi dan misi menjadi keharusan saat akan
membuat media dan menjadi penting karena hal tersebut menentukan keberpihakan
media. Visi menjawab pertanyaan tentang alasan media tersebut diterbitkan,
untuk alasan apa, dan idealisme apa yang melatarbelakanginya. Sedangkan misi
adalah target, sasaran atau tugas yang diemban oleh media tersebut. Keduanya
biasa dituangkan dalam moto atau tagline
media.
Di dalam materinya, Fitri juga
menekankan pentingnya Deadline dan
Timeline. Deadline dapat
diartikan tenggang waktu bagi staf redaksi mengumpulkan tugasnya. Sementara
itu,Timeline bisa dimaknai sebagai
bagian dari manajemen waktu sebuah penerbitan media. Selain itu, sebuah timeline dapat dijadikan acuan dasar
bagi awak redaksi menentukan batas-batas proses penggarapan media seperti reportase,
wawancara, editing, sampai media itu dapat diterbitkan.
Seperti yang dikatakan Fitri, untuk mengelola
sebuah redaksi harus melalui proses berat. Pengaturan tugas dan tenggang waktu
yang telah disepakati bersama seringkali dilanggar sendiri. Terlebih menjadi insan
pers mahasiswa (persma). Tritugas persma sebagai mahasiswa, anggota organisasi,
dan awak redaksi menjadi tantangan serius. Berbeda dengan organisasi mahasiswa
secara umum, tuntutan persma sebagai mediator isu dan wacana di lingkungan sosial
mewajibkan ia memiliki tugas lebih.
Sudah menjadi rahasia umum,
kelemahan pers mahasiswa dibandingkan dengan pers umum adalah terkait
konsistensi terbitan media. Selain disibukkan dengan tugas perkuliahan,
permasahan di dalam meja redaksi banyak terpaku dalam segi profesionalitas.
Proses perekrutan anggota dengan tepat dan matang menjadi bekal awal untuk
menunjang kerja-kerja redaksi.
Dengan seabrek problematika yang harus
dilalui persma, sudah sepatutnya manajemen redaksi dimaknai serius sebagai
wahana meng-upgrade diri dan media. Tak hanya berbicara tentang Deadline maupun Timeline, kesadaran kolektif dari awak redaksi juga penting
ditekankan. Tanpa adanya hal tersebut, rasanya manajemen redaksi yang disusun
para ahli jurnalistik terbaik sekalipun tak akan bisa menelurkan sebuah karya
jurnalistik.
Waktu berjalan dengan cepatnya. Di
tengah hujan deras yang melanda, kira-kira pukul tiga sore akhirnya semua
materi dapat tersampaikan dengan baik. Meskipun masih belum sempurna,
kawan-kawan dari Crealiz –atau bahkan saya- dapat menyerap ilmu yang
disampaikan pengurus TB. Perjalanan berbagi dan menyerap ilmu jurnalistik ini
pun kami berenam akhiri dengan makan bakso bersama di salah satu warung bakso
terkenal sekitar daerah Rembangan, Jember.
Dengan demikian, bukan hanya nasihat
orang tua saja yang harus kita patuhi. Komitmen yang sudah tertuang dan disusun
bersama di atas meja redaksi juga harus dipatuhi dan dilaksanakan. Akhirul
kalam, saya mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada kawan-kawan Tegal
Boto. Semoga jihad yang kalian lakukan dibalas manis oleh Tuhan. Salute !
Tabik!

Tidak ada komentar: