Header Ads

Bangunlah Kata-kata !

Dengan nawaitu di dalam lubuk hati yang paling dalam, saya mantapkan kembali melakukan “Jihad” yang telah lama hilang. Menulis !

Tulisan saya kali ini mungkin lebih banyak terdengar seperti ocehan bahkan rintihan tangis dari seorang pengecut. Lebih mendekati penyesalan atau mungkin sebuah penghinaan terhadap diri sendiri. Namun ini saya lakukan agar benih-benih semangat menulis yang dulu pernah membara akan bergejolak lagi.

Sejak negara api menyerang sampai Ahok ditetapkan menjadi tersangka kasus penistaan agama, masih saja diri ini bergulat dengan rasa malas. Problematika macam membagi waktu yang susah serta pergulatan hati yang dirundung nestapa kenangan menjadikan “kata-kataku berisitrahat” untuk beberapa waktu yang lama. Semenjak saat itu pula, kadang hati menangis melihat persmanifest.com serta bimomahameru.co.id hilang dari ingatan pembaca setia. Namun apa mau dikata, aku hanyalah seorang bocah yang hanya bisa menangis melihat dua kekasih mediaku tertidur lelap. Dasar bocah !

Enam bulan belakangan seakan menjadi neraka dan nestapa yang tiada henti. Harus kuakui, membagi diri di enam kegiatan yang berbeda tidak semudah menjadi protozoa yang mampu membelah diri ! pada akhirnya saya pun sadar saya bukan Superman atau bahkan Wiro Sableng. Saya hanya anak cengeng yang tak lebih mulia dari seorang pelacur karena telah menistakan banyak tanggung jawab. Salah satunya menulis.

Banyak sekali pelajaran yang saya dapatkan selama bergumul dengan masa-masa terburuk dalam 21 tahun hidup saya. Bahagia, kecewa, sampai perasaan putus asa ingin mengakhiri hidup telah saya lalui. Namun demikian, hanya seorang pengecut yang lari dari masalah. Meskipun tertatih-tatih (atau bahkan sampai ngesot), tetap saya lanjutkan perjalanan hidup yang susah ini.

Pena dalam tangan seketika hilang dijarah setan saat fikiran kalut. Hancur semua ide-ide gila di dalamnya dan terombang-ambing di samudra luas. Angan-angan puitis seakan menjadi butiran debu yang hilang diterpa badai angin. Kata-kata kebenaran di kala itu menjadi momok bagiku.

Teramat begitu menyesakkan memang ketika memegang sebuah jabatan atau tanggung jawab namun tidak bisa melaksanakan dengan baik. Semua kehendak yang telah ditetapkan sirna oleh serangan fajar yang entah turun dari kayangan sekalipun. Hina rasanya diri melihat apa yang telah saya lakukan selama ini.

Namun harus diakui, menulis adalah pekerjaan yang membutuhkan pengabdian. Semua yang terkandung di dalamnya harus mengandung sajak-sajak kebenaran serta validasi data. Salah sedikit bisa jadi akan menghancurkan idealisme yang selama ini tertanam. Butuh semangat dan visi yang kuat untuk menyelesaikannya.

Kenyataan terpampang ketika rumah kedua saya di kampus lebih banyak menutup diri daripada aktif mencari kebenaran. Permasalahan diri sendiri yang belum usai, ditambah pula urusan yang berkaitan dengan ummat satu angkatan kuliah yang terhambat, membuat saya harus menetapkan pilihan. Berat rasanya meninggalkan “kata-kata kebenaran” itu. Namun itulah hidup. Saya benar-benar merasa hancur.

Kenyataan sudah terjadi, dan itu tidak akan merubah apapun. Layaknya perdebatan antara bumi bulat atau datar, tak akan ada habisnya ! Menjadikan pelajaran masa lalu yang suram nampak lebih elok dipandang mata daripada merenungkannya terlalu dalam. Mengubahnya dan bergerak bersama membangun mimpi yang sempat redup. Merubah “Beristirahatlah kata-kata” milik Wiji Thukul menjadi “Bangunlah kata-kata”.

"Aku tak ingin kata-kataku terpenjara layak harimau di Sido Muncul itu. Terbebaslah. Liarkan imajinasimu."

Jember, 29 Januari 2017.

3 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.