Mahasiswa Semester Lanjut harus Mewaspadai Sepik Dosen
Tidak terasa saya sudah
menapaki tangga menuju hari akhir menjadi seorang mahasiswa. Angan-angan dan
harapan agar cepat lulus seperti diamanatkan Undang-Undang Dasar ’45
orang tua, dosen, bahkan calon mertua terus menghantui malam-malam saya. Tak
ayal, fikiran yang dulu-dulunya selow saja, berubah menjadi fikiran gusar.
Lebih gusar daripada ajakan balikan oleh mantan !
Hal ini lumrah dialami
mahasiswa galau semester enam. Bagaimana tidak galau, wong moro-moro disuruh milih penjurusan skripsi plus menentukan
judulnya. Hei Bung, membuat karya mahasuci tersebut tak semudah membuat berita
hoax yang
bertebaran di fesbuk ! Perlu kejernihan fikiran serta pendalaman materi yang lebih
untuk menelurkan karya agung itu.
Meskipun demikian, bukan
perkara penentuan penjurusan dan judul skripsi-lah yang menjadi permasalahannya.
Karena saya sadar, itu hanyalah sebuah pledoi dari mahasiswa malas seperti
saya. Maklum, saya sudah haqqul yakin salah jurusan sejak semester dua.
Sebenarnya, dosen-dosen saya yang baik hati cum
tidak sombong sudah mewanti-wanti di semester sebelumnya untuk segera
menentukan minat. Namun keinginan untuk leha-leha sambil bekerja dan berkelana
di lingkungan Ormawa mengalihkan dunia saya.
Hal yang menjadi akar
permasalahan sebenarnya adalah tingkah lucu dosen saya yang baik hati cum tidak sombong itu akhir-akhir ini.
Melihat potensi mahasiswa yang dirundung kegalauan akibat karya agung bernama
skripsi, membuat mereka merubah sikap menjadi pribadi yang kalem, bersahaja,
dan penuh gairah revolusioner. Nyaris bertolak belakang dengan perilakunya saat
mengajar di semester-semester yang lalu.
Seolah ingin bersaing berebut
hati para dedek-dedek gemesh mahasiswa yang bau skripsi, mereka tak jarang
menghalalkan segala cara untuk bisa menggaetnya menjadi partner penelitian.
Mulai dari penawaran judul skripsi, penawaran proyek alias pengakomodasian
biaya skripsi, hingga menyindir minat lain. Tentunya dengan kosakata yang
diperhalus untuk “sedikit” menyembunyikan persaingan.
Saya berikan sedikit contoh
sepik dosen yang teman saya alami di kelas waktu kuliah Metodologi Penulisan
Ilmiah (MKI) ;
Dosen
: Dek, sudah punya pandangan terkait skripsi ?;
Mahasiswa
: Sudah pak;
Dosen
: Kira-kira kamu mau ngambil minat dan judul apa ?;
Mahasiswa
: Ini pak, saya mau ngambil minat “anu”, jadi nanti saya akan memodifikasi alat
yang sudah ada, biar daya efektivitasnya meningkat;
Dosen
: Wah, susah itu dek. Biaya yang digunakan juga mahal. Kamu bakal lama
penilitiaannya itu. Mending kamu pakai metode yang ada di minat kami. Metode
itu sekarang lagi trend dan sangat
revolusioner. Jadi gimana dek ?;
Mahasiswa
: hmm, gimana ya pak. Hmm -Mikir sambil galau tingkat Kabupaten- Nanti saya
fikir lagi pak.;
Dosen
: Baik dek, kalau begitu segera hubungi kami ya bila anda tertarik dengan
penawaran kami –menatap dengan pasti sambil tersenyum manis manja-;
Sungguh, godaan dosen saya
ini lebih ciamik daripada godaan mengakhiri status mahasiswa yang dialami Kanda
Sadam ! Teman saya galau terlewat kepalang mendengar ajakan langsung dari Si
Dosen. Bukannya pulang kuliah membawa bekal pandangan, ia malah dihadapkan
diantara dua pilihan. Meng-iya-kan ajakan Si Dosen yang menggiurkan atau tetep
keukeuh dengan pilihan yang telah ia rancang sendiri. Puja kerang ajaib !
Mungkin hal tersebut sangat
lumrah dilakukan oleh para dosen saya yang baik hati cum tidak sombong. Saya pun memafhumi itu. Namun yang tidak habis
saya fikir yakni ada seorang dosen saya yang fasis-nya Naudzubillahimindzalik.
Kita panggil saja ia Bapak-nya Bunga. Bahkan, dari analisis yang saya lakukan,
tingkat fasis-nya setara dengan apa yang dilakukan (alm) Kakek Harto semasa
menjadi suksesor (alm) Kakek Soekarno. Ia mengindahkan berbagai peraturan
akademik yang telah ditetapkan hanya untuk membuat mahasiswa betul-betul
memahami apa yang dia ajarkan. Semisal mengajak mahasiswa mengerjakan
proyeknya praktikum ke luar kota saat weekend.
Serta masih banyak lagi. Warbyasa, salute !
Lho kok saya malah ngerasani
dosen yaa, Astaghfirullah.
Hmm, oke Kembali Ke Laptop !
Ketidakhabisan berfikir saya
berawal ketika ia secara mendadak menjadi pribadi yang kalem, santun, dan murah
senyum –iyuch-. Hal ini sangat bertolak belakang dengan apa yang ia lakukan
ketika biasa mengajar. Berlagak menjadi juru hakim, seolah semua teori yang
dikemukakan mahasiswa tidak benar adanya. Hanya dia dan Tuhan-lah yang benar.
Dengan bahasa sepik yang
telah ia kuasai, ia berani berujar untuk mengajak mahasiswa yang ingin
mendalami minat penjurusannya seraya mengiming-imingi biaya penelitian. Sontak
hati saya bergetar Ternyata orang fasis macam Bapak-nya Bunga ini juga memiliki
sisi humoris dan manusiawi. Tentunya dalam konteks membribik mahasiswa galau
macam saya untuk memilihnya menjadi Dosen Pembimbing Skripsi. Ah Sudahlah !
Saya pun sedikit demi
sedikit, -yang lama-lama bakal menjadi bukit- mulai memikirkan perilaku
abnormal dari para dosen ini. Ternyata bukan hanya mahasiswa saja yang
dirundung galau oleh skripsi. Dosen pun mengalami kegalauan ini. Bila ia tak
kunjung menemukan mahasiswa bimbingan skripsi, maka ia ditasbihkan menistakan
Permenpan No 17 tahun 2013 tentang Tugas Fungsional Dosen. Hukuman ini lebih
berat ketimbang dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok, hmm.
Bila merujuk dari tetuah para
senior di kampus, patutnya harus mewaspadai sepik dosen ini. Namun harus diakui
mahasiswa seangkatan dengan saya juga mengalami degradasi berfikir yang mendalam. Tekanan
batin ihwal takut tidak lulus tepat waktu membuat fikiran mereka kalang kabut.
Dengan begitu,
harapan mendalam saya untuk kakaq-kakaq yang akan menempuh skripsweet, haruslah
memikirkan dengan jernih akan hal itu. Tak usahlah risau dengan godaan
menggiurkan dari dosen. Ikuti kata hati kemana akan melangkah. Biarkan hatimu
memilih dengan lapang, tanpa tekanan dari pihak manapun.
Akhirul kalam, saya
ingin menyampaikan bahwa godaan dari dosen memang benar-benar sebwa kengerian.
Salah pilih dosen pembimbing skripsi mengakibatkan gangguan kehamilan dan
janin semakin lamanya masa studi mahasiswa. Lebih ngeri dari pertanyaan “kapan
lulus ? kapan nikah ? atau kapan punya pacar ?” hmm. Jadi, sudahkah anda
menemukan judul skripsi kawan ?

Tidak ada komentar: