Aji, Bu Dhendi, dan ACC Skripsi
Waktu perkuliahan sudah dimulai. Seperti
biasa, mahasiswa mulai berbondong-bondong kembali ke rutinitas masing-masing.
Kuliah, organisasi, tugas, atau hanya sekedar ngopi di kampus. Tak terkecuali
Aji, mahasiswa semester delapan Fakultas Tempe Penyet Universitas Mbako.
Dalam masa akhir studinya,
permasalahan mahasiswa asal Kota Lumayak ini relatif sama seperti teman sejawatnya.
Skripsi, dah tu ajha. Tetapi, tipikal Aji sebagai mahasiswa selo membuatnya tak risau disaat kawan-kawannya bingung mencari
dosen pembimbing untuk menggarap proposal dan penelitian.
Sebelumnya, ada dua hal mendasar yang
harus kita ketahui terlebih dahulu mengapa Aji begitu santai head to head dengan skripsi. Yang
pertama apalagi kalau bukan faktor ekonomi keluarganya. Ayahnya seorang pejabat
terpandang di lingkungan pemeritahan daerah Kota Lumayak. Sedang Ibunya menjadi Kepala Sekolah di salah satu
SMP Negeri Lumayak. Berbekal pekerjaan tersebut, keluarga Aji dikarunia
finansial sangat berkecukupan. Lah wong biaya
kuliah satu semesternya tak lebih dari uang jajan satu bulan.
Hal mendasar lain agaknya sedikit
absurd, klenik, atau dapat dikatakan tidak masuk nalar kita sebagai manusia
biasa. Sesuatu yang tidak dapat diterima
dengan logika. Percaya tidak percaya, Aji memiliki daya magis sebagai seorang
mahasiswa, ia sakti!
Bila tak percaya, kita lihat saja track record-nya selama tiga setengah
tahun kuliah. Sebagai mahasiswa selo cum
berotak pas-pasan, nyaris tak ada
matakuliah yang ia ulang. IPK-nya terus menerus diatas angka tiga. Di saat
teman satu kelasnya mondar-mandir perpustakaan menyelesaikan tugas dosen, ia
hanya berleha-leha di kosan. Toh pada akhirnya, nilai yang ia dapatkan sama
dengan temannya yang rajin dan lebih pintar darinya. A!
Kejadian lain yang bisa membuat
mahasiswa berprestasi tingkat internasional sekalipun geleng-geleng kepala terjadi
saat ia menjalani masa magang di perusahaan. Di saat mayoritas kawannya sibuk
mencari perusahaan yang menerima mahasiswa, ia tetap saja selo. Tak ada rasa gupuh dalam kamus hidupnya. Semuanya
mengalir saja seperti tai yang hanyut di sungai.
Untuk berjaga-jaga, kebanyakan
mahasiswa Fakultas Tempe Penyet menyiapkan lebih dari dua proposal pengajuan
kuliah magang. Namun Aji tidak. Ia hanya membawa secarik surat tugas magang
yang telah disediakan jurusannya. Seperti sudah bisa diprediksi, tak ada
hambatan sedikit pun. Ia langsung diterima
magang di PT. Sang Hyang Widji.
Semuanya berjalan dengan mulus, semulus paha Awkarin.
Keberuntungan terus menaungi Aji. Saat magang, ia hanya menjadi peganggguran,
kerena perusahaan pengolahan gedhang goreng tempatnya magang sedang tidak
produksi (belum masuk masa panen pisang). Begitupun saat ia menyerahkan laporan
magang. Tuntas tanpa kendala. “Langsung ujian sekarang ya mas, kamu revisi
sendiri, besok kesini untuk ACC.” Kata Pak Broto, dosen lapangnya. Sedang
teman-temannya yang lain harus berkali-kali revisi untuk menyelesaikan laporan magang. Sakti!
Berbekal Dewi Fortuna yang selalu menyayanginya, sudah
sepantasnya Aji santai mengerjakan skripsi. Harus diketahui, sebenarnya sistem
skripsi di Fakultas Aji sudah dirancang dengan jadwal seminar proposal (Sempro)
berlangsung pada akhir semester enam.
Sebagian besar kawannya juga telah sempro. Namun karena masih enggan
memikirkan, ia tetap saja selo. “Loh, iku engkok onok wayahe dewe le, gausa
ruwet.” Begitu katanya sambil
menonton channel youtube favoritnya, RUWET TV.
Dan memang benar adanya, kemujurannya
terus berlanjut. Di awal semester delapan ini ia ketiban rejeki. Wakil Dekan
Akademik memberikan informasi jika mahasiswa yang belum sempro termasuk dirinya
telah ditetapkan jadwalnya. Tanggal, hari, dan tempatnya! Seolah telah
terpanggil, ia lantas mencari dosen pembimbing skripsi, judul, dan segala tetek
bengeknya.
Pada akhirnya, Bu Dendhi-lah yang
berhasil menjadi DPU si mahasiswa sakti ini. Bukan tanpa alasan Aji memilihnya.
Sadar Bu Dhendi menjabat sebagai Ketua Kombim, jadi ia tak perlu banyak menemui
dosen untuk mendapatkan tanda tangan. Sekali merayu, dua tiga janda dipeloroti.
Bu Dhendi juga sosok dosen yang
santai, tak ribet dengan hal remeh temeh macam skripsi sekalipun. Nampak ia
juga disukai banyak mahasiswa karena ”ringan tangannya” memberikan tanda tangan
ACC. Tak seperti Pak Mukidi, Kombim sebelum Bu Dhendi yang kolotnya minta ampun
sehingga mahasiswa malas menemuinya.
Dengan rayuan manis nan aduhai, Aji
berhasil meyakinkan Bu Dhendi bahwa ia benar-benar siap untuk menjadi sarjana
muda. “Korelasi Gedhang Goreng dan Kopi Hitam Sebagai Peningkat Produktivitas
Kerja Buruh Tani Rakyat Miskin Kota”. Itulah judul skripsi Aji, dan Bu Dhendi langsung meng-iyakan
tawaran judul dari Aji.
Permasalahan akhirnya hinggap. Berawal
ketika Aji hendak konsultasi skripsi di rumah Bu Dhendi. Siang itu ia seperti
biasa mengendarai Sepeda Dinas Honda Win milik ayahnya yang telah dimodifikasi.
Setelah basa-basi membahas bab satu, suara Honda Win lain masuk ke garasi
rumah. Ternyata Suami sang DPU, Pak Dhendi datang dari pasar sambil membawa
bungkusan sayur. “Assalamualaikum, ini sayang bahan masaknya.” Kata Pak Dhendi
sambil menyerahkan bungkusan ke istrinya yang segera menuju ke dapur.
Di ruang tamu tinggalah Aji dan Pak Dhendi
bercengkrama. Pak Dhendi sendiri sudah lima bulan tidak bekerja. Ia
diberhentikan karena perusahaan sawit di pulau Lalimantan tempat dulu ia
bekerja bangkrut. Setiap hari ia hanya bertugas mengantar jemput istrinya
bolak-balik ke kampus sambil mencari pekerjaan.
“Itu sepeda Win Modif-mu ya, Ji?
bagus, saya suka sekali. Cocok dengan badanmu yang macho, uch…” Tanya Pak Dhendi. Sigap Aji langsung menjawab, “iya Om
Dhendi, hehe”. Percakapan begitu cair hingga tak sadar sudah dua jam mereka
ngobrol. Karena waktu telah beranjak petang, akhirnya Aji memberanikan pamit.
“Seru banget nih ngomongnya sampek Aji
betah. Jarang-jarang lho suami saya betah ngomong sama orang. Maaf ya ibu tadi
lagi sibuk di dapur.” Saat itu Bu Dhendi tak menaruh perasaan curiga tentang
apa yang dibicarakan suami dan mahasiswanya ini.
Seiring berjalannya waktu, perasaan
resah muncul dalam hati Bu Dhendi. Di saat teman sejawatnya sudah akan sidang
skripsi, belum terlihat Aji menyelesaikan naskah proposal skripsinya. Namun
bukan itu yang membuat Bu Dhendi khawatir. Ternyata ia memikirkan “hubungan
terlarang” Aji dengan suaminya, Pak Dhendi!
Curiga itu muncul ketika Bu Dhendi
menemukan fakta Aji sering berkunjung ke rumahnya saat ia sedang mengajar,
melalui informasi dari tetangga-tetangga. Hampir setiap malam juga suaminya
ijin untuk keluar menemui Aji. “Ada project nih sama Aji.” Itu yang diungkapkan suaminya.
Begitu tingginya rasa curiga membuat
Bu Dhendi menyerah dan ingin mencari tahu apa yang mereka berdua lakukan.
Diam-diam ia membuntuti suami dan mahasiswa bimbingannya itu. Setelah sekitar
setengah jam menelusuri jalan kota, akhirnya mereka berhenti di suatu
tempat. Bu Dhendi kaget bukan kepalang.
Aji dan suaminya sedang masuk ke dalam sebuah hotel!
Perasaannya kala itu campur aduk. Bu
Dhendi tak menyangka selama tiga bulan ini mereka mengkhianati apa yang sudah ia
berikan. Jelas ini tindak kriminal pasal perebutan laki orang (pelakor). Dengan
emosi yang begitu membara, masuklah ia ke hotel untuk melabrak si suami dan
Aji.
Braaakkkkk!!!! Pintu didobrak Bu
Dhendi. Terlihat ada beberapa kamera yang terpasang mengitari ruang kamar.
Sementara itu Aji dan Pak Dhendi sedang diatas ranjang. Seketika itu pula Bu
Dhendi melabrak Aji yang telah bermain api di belakangnya.
“Heh
koe, maksude opo karo bojoku?! Nang mburiku koyo ngono iku maksude opo? Nek
kowe ora nanggepi ora bakal Pak Dhendi arep nyeleweng koyo ngene. Terus sebutan
apa yang pantas saya sematkan kepada Aji. Raden Mas Aji. Mahasiswa bimbingan
skripsi saya ini. Sebutan apa? Lonte Gedhang?!!1! Kowe butuh opo? ACC? Nyoh tak kai ACC! Skripsimu wes tak kerjakno!
ACC SEMPRO? nyoh! ACC SEMHAS? Pek-pek’en! Butuh opo maneh? ACC Sidang? Nyoh!
Wes tak bendelno barang. Opo maneh opo? Administrasi wisuda? Wes tak urusne!!!!
Turah-turah lek cumak gawe wisuda arek sak Universitas mbako iki. Gek ndang
lungo’o, wisuda’o, ojo ganggu bojoku maneh!!1!1!” Ucap Bu Dendhi dengan
mata merah membara.
Amarah Bu Dhendi tak bisa dihentikan.
Bahkan ketika suaminya ingin menjelaskan apa yang sebenarnya ia lakukan bersama
Aji tak ditanggapi oleh istrinya. Sesaat setelah itu, Bu Dhendi menyeret suaminya
keluar hotel meninggalkan Aji sendirian di dalam kamar.
Sementara itu Aji masih tidak begitu
mengerti hal apa yang barusan ia alami. Tampak ia membereskan lembaran-lembaran
surat approval Sempro, Semhas, Sidang,
Wisuda, dan bendelan skripsi dengan judul dan nama miliknya. Segera itu pula ia
bereskan segala macam alat membuat video vlog dan bergegas untuk ke kosan.
Bu Dhendi tidak tahu bahwa selama tiga
bulan ini ia bersama Pak Dhendi sedang menjalankan project Vlogger, bekerja
sama dengan channel RUWET TV. Isi vlog-nya membahas tentang review motor Win
modifikasi milik pecinta-pecinta Honda Win se-Endonesa. “Ya Allah, sepurane bu. Aku tas sadar. Bu Dhendi ngiro aku maen “manuk-manukan”
karo bojone. Halah bah-bah, seng
penting aku dadi sarjana, hehe.” Gumamnya dalam hati.
Sekali lagi, Aji membuktikan
kesaktiannya secara paripurna. Lulus empat tahun dan menjadi sarjana muda tanpa
mengerjakan skripsi. Saktiiiii!!!

Hahahahahhaa. Iyuh banget cerita akhirnya
BalasHapus